Sabtu, 19 Oktober 2013

"kuminta kau mendua"




“Hatiku yang merasakan kejenuhan ini. Saat ku tak mampu tuk membuatmu bahagia. Pikirku yang tak wajar mengharapkan dirimu. Berbagi cinta dengan yang lain, tak mengapa mungkin hati kan terima. Bukannya ku tak mencintai dirimu. Hanya saja yang ku rasa begini adanya. Sekian lama kau bertahan meski ku abaikan. Biar kau cari cinta yang lain. Usah kau risaukan hatiku kan rela. Melepaskanmu… Namun, tak selamanya hanya sesaat saja. Saat ku tak mampu buatmu bahagia. Andaikan nanti ku ingin kau kembali. Telah kusiapkan hatiku memilikimu seutuhnya. Kini hanya kuminta kau mendua.”

Begitulah untaian kata yang ku tulis dalam diaryku saat ini. Mungkin terlihat aku sangat egois dari baris kata itu. Tapi, memang begitu adanya. Ungkapan hati yang terpendam dan sakit untuk dirasakan. Syahdu, ya… aku biasa di panggil Syahdu oleh kebanyakan teman. Syahdu Mutia, diusiaku yang kini beranjak 18 tahun, tak mungkin bila tak ada kegundahan dalam bercinta.
“Syahdu!”, seru Tian
“ia… why?”, singkatku menjawab
“ntar malem aku kerumahmu ya? sekalian aku mau ngajak kamu keluar. Kan kita lama nggak jalan bareng…”, ajak Tian seraya memegang tanganku
“hmmmb… sory Tian sayang! aku nggak bisa. Tugas kampusku banyak…”, rintihku menolak
“tuh kan selalu nggak bisa”,
“ia nanti pasti bisa… tapi nggak buat malam ini, ya sudah aku pulang dulu ya? kamu hati-hati di jalan”, pesanku dengan meninggalkan Tian

Bastian Prananta, yang cukup simple ku panggil Tian. Kekasihku yang sudah 2 tahun kujalani cinta dengannya. Namun entah, seperti yang ku tulis di diaryku, perasaanku kini jenuh, bosan dan teringat masa lalu. Aku pun binggung kenapa perasaanku menjadi begini, meningat dia tepatnya. Cinta pertamaku yang meninggalkanku yang akhirnya ku menemukan Tian sebagai pengobat lara itu. Meninggalkanku untuk selamanya, dengan kisah dan juga pilu yang setidaknya masih terngiang difikiranku kini.

Ingin rasanya aku meninggalkan Tian. Namun, tidak untuk selamanya melainkan hanya untuk sementara saja. Sampai hatiku kini benar-benar lega. Aku harus bilang ini pada Tian, ya sakit memang bila dirasa-rasa. Tapi, aku juga sakit bila harus memaksa perasaanku dan melihat Tian sangat mengharapkanku tanpa ada balasan yang pasti. Aku harus terima resiko apapun atas apa keputusanku ini.
“hey say… aku mau ngomong sama kamu. Penting!”, ucapku dengan menarik tangan Tian membawa dia jauh dari keramaian kampus
“serius banget sih, okay ngomong aja”,
“Tian, maaf sebelumnya. Jujur, aku sayang kamu, aku cinta kamu, aku nggak mau kehilangan kamu, aku nggak rela kamu jadi milik yang lain, aku…”, omongku terhenti saat Tian tiba-tiba memelukku
“ssssttttt, kamu kenapa sayang… ia aku pasti tahu itu”, ujar Tian menenangkanku
“Tian aku harus lakuin ini, aku nggak bisa terus maksain perasaanku dengan membohongi diriku sendiri. Tian untuk saat ini aku minta kamu buat mencari yang lain saja ya. Maksud aku, kamu cari cewek lain namun untuk sementara saja sampai aku bener-bener bisa nerima kamu. Hmmmb, aku cinta sama kamu, tapi…”, perkataanku tergantung seraya menangis
“tapi apa… kamu masih belum bisa ngelupain dia. Dia sudah nggak ada Syahdu… he is death!. Mau kamu mengharap dia sampai kapanpun dia nggak akan pernah kemabali. Okay… kalau itu memang permintaan kamu, aku bisa terima. Tapi entah nanti… Syahdu, just you know “I always love you.”
Begitupun perkataan Tian diakhir pertemuan tadi. “I always love you” dan pastinya aku selalu berharap itu Tian, aku juga akan selalu menjaga perasaan ini sampai aku benar-benar bisa menerimamu lagi.

Satu bulan sudah rasanya berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah satu bulan ini pula Tian tak pernah menhubungiku, ya wajarlah pasti dia sakit hati.
“Syahdu, ayo kita makan di luar. Lama kan kamu nggak jalan-jalan keluar nggak sumpek tuh?”, ajak Dira temanku
“hmmmb… okey. Let’s go friend”,

Tak lama, sekitar 20 menitlah aku udah sampai di cafe.
“eh Du… lihat! itu Tian kan… sama siapa dia? bukannya itu Trisa kan?”, ucap Dira dengan menunjuk ke arah Tian
“what… nooooo! Trisa… Tian… nggak! masak ia Tian menduanya sama Trisa sih. Nggak! aku nggak rela. Aku nggak mau kehilangan Tian. Cukup Krisna aja yang pergi tapi nggak buat Tian”, celotehku di depan meja makan
“maksudnya apa Du… aku nggak paham! Kenapa Krisna sama Tian disangkut-sangkutin?”, hati Dira bertanya-tanya

Sepulang dari café, Syahdu langsung menghubungi Tian. Untuk mengajaknya bertemu di kampus tempat mereka biasa bertemu.
“sudah mengingat masa lalu kamu itu?”, ucap Tian yang datang dengan sinis
“Tian… kok gitu. Aku cuma mau bilang, aku mohon kamu tinggalin Trisa. Aku mohon!”,
“gampang ya jadi kamu… egois, nggak sedikitpun mengerti aku. Dulu kamu minta ku mendua, setelah ku menurutimu kau meminta ku memutuskannya!”, Tian mengumbar amarahnya
“jadi maksud kamu kamu cinta sama Trisa? bukannya aku sudah bilang kan dari awal aku memang menyuruhmu mendua, namun hanya untuk sesaat Tian bukan untuk selamanya. Aku masih mencintaimu”, rintih Syahdu menangis
“huuuhhhh”, Tian menghela nafas
“okay Tian okay… aku memang salah telah mempermainkan perasaanmu dengan menyuruhmu mendua. Aku fine-fine aja kalau kamu menduanya dengan cewek lain bukan Trisa. Bahkan aku malah yang akan menunggumu sampai kamu memutuskannya. Tapi ini Trisa… aku nggak bisa terima itu”, jelasku panjang
“apa hak kamu… apa! bukannya kamu sudah nggak memperdulikanku lagi ia kan!” bentak Tian
“kamu salah justru dengan menyuruhmu putus dengan Trisa aku sangat memperdulikanmu. Asal kamu tahu Tian, Trisa lah yang membuat aku kehilangan Krisna kekasihku sekaligus cinta pertamaku sebelum aku mencintaimu. Tapi, setelah bertahun-tahun aku menjalani hubungan dengan Krisna, Trisa datang dengan tipu muslihatnya. Dia sangat perhatian dengan Krisna, memberi pengakuan palsu atasku pada Krisna. Hingga saat itu Krisna meninggalkanku dan lebih memilih Trisa. Namun setelah Krisna memberikan semuanya pada Trisa, cinta, kasih sayang, perhatian, materi, harta. Trisa malah mencampakan Krisna dia meninggalkan Krisna dan pergi bersama pria lain. Kamu pasti merasakan itu, bagaimana bila kamu di posisi Krisna saat itu. Krisna sangat terpukul oleh keadaan yang akhirnya membuat dia untuk mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri. Itulah yang membuat ku memohon padamu untuk meninggalkan Trisa. Aku nggak mau kehilangan kamu Tian, aku sangat mencintaimu. Sekarang semua kuserahkan padamu Tian. Yang pasti aku berharap kamu mengerti itu dan berharap kata ‘ I always love you’ selalu terucap untukku”, lanjut jelasku dengan beralih pergi
“Syahdu… I always love you sayang, aku akan selalu ingat ucapan ku dulu. Dulu, sekarang, nanti, besok dan selamanya. Aku akan selalu mencintaimu. Aku nggak sungguhan kok sama Trisa, aku akan meninggalkan dia. Tenang ya, aku akan selalu menjagamu sampai akhir hayat nanti”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar