Senin, 14 Oktober 2013

ASAL MULA ISTILAH DRAMA


A.           ASAL MULA ISTILAH DRAMA
Sebelum kita membicarakan masalah drama dan teater beserta sejarahnya, kiranya perlu diketahui lebih dahulu asal mula istilah drama dan teater secara etimologis, agar kita mengetahui pebedaan dan persamaanya, karena pada masa kini kedua istilah tersebut pada umunya dianggap sama.
Berdasarkan etimologis istilah “drama” berasal dari kata “dramoi” (bahasa Yunani) yang berarti menirukan. Sedangkan istilah “teater” berasal dari kata “teatron ”(bahasa Yunani) yang berarti” Pusat upacara persembahan yang terletak di tengah-tengah arena.
Istilah drama ini kemudian tersebar luas menjadi istilah internasional, yang maksudnya adalah “suatu cerita (karangan) yang di pertunjukan di atas pentas oleh para pelaku dengan perbuatan-perbuatan”.
Pada jaman penjajah belanda di Indonesia istilah drama itu diganti dengan istilah “tonil” (bahasa Belanda : toneel = pertunjukan). Kemudian sebagai pengganti istilah “tonil” digunakan istilah “sandiwara” (dicipta oleh PKG Mangkunegoro VII) dan terus digunakan sampai pada jaman pendudukan jepang. Dan akhirnya pada jaman modern sejak proklamasi kemerdekaan Negara kita dipopulerkan kembali penggunaan istilah “drama”, yang pada umumnya diberi arti: perbuatan atau gerak.
Catatan :
a.   Pekembangan istilah :
   Drama – Tonil – Sandiwara - Drama.
b.  Drama =  Tonil = Sandiwara.

B.            ASAL MULA ISTILAH SANDIWARA
Sandiwara berasal dari kata “sandi” dan “wara”
Sandi = rahasia
Wara = warah (bahasa Jawa) atau pengajaran.
Jadi sandiwara berarti:
“Suatu pengajaran yang disampaikan secara samar-samar (rahasia). Menurut KI Hajar Dewantara; “ pengajaran yang dilakukan dengan perlambangan” 

C.            PENGERTIAN DRAMA
a. Menurut etimologi
“Drama berasal dari kata “Dramoi” (bahasa Yunani) yang berarti menirukan”
Berdasarkan etimologi tersebut (dramoi” = menirukan) dalam pengertian umum kemudian, istilah “drama” diartikan perbuatan atau gerak.

b.  Seni teater
Pengertian drama ialah suatu cerita/kisah kehidupan manusia yang disusun untuk dipertunjukan oleh para pelaku dengan perbuatan di atas pentas dan ditonton oleh publik (penonton)
Catatan:
-       Jadi harus di pentaskan.
-       Bersifat “actor oriented” (berorientasi pada pelaku/pemain).

c. Seni sastra
Pengertian drama ialah : Drama yang diolah dari suatu naskah yang bermutu sastra, dan yang diutamakan ialah sastranya. Jadi bersifat ‘script oriented’ (berorientasi pada pelaku). Dan harus terdiri dari bagian-bagian:
1.Eksposisi (perkenalan)
2.Komplikasi (insiden permulaan)
3.Konflik (penanjakan laku/rising action)
4.Klimaks (kerisis/titik balik)
5.Penyelesaian (falling action).
6.Resolusi  (keputusan = katastofa).
Tingkat ini disebut : stadia
Catatan:
-       Bagian-bagian di atas adalah plot dalam menurut HUDSON
-       Drama sebagai seni sastra tersebut ada yang disebut DRAMA BACAAN atau Closet Drama/Drama Repertoar yaitu drama yang hanya dibaca (karena ada hal-hal yang terlalu sulit untuk dipentaskan).

d.  Perumusan drama
KLASIK YUNANI : Life presend in action, menghadirkan hidup dalam pentas.
ARISTOTELES : ”Smitation of man in action” rumusan klasik yunani itu lebih mendalam lagi telah dibahas oleh Aristoteles (filosof yunani 834-322 S.M) yang menulis seabad setelah Sophocles analisa aristoteles itu disebutnya “poetica” yang menyangkut esensi (kehadiran) seni drama.
Menurut aristoteles, seni drama itu adalah “imitation of man in action”.
Didalam “action”, itu terkadung makna yang terdiri dari unsur pokok:
a. Plot               (rangka cerita)
b.                                                                                Charater      (perwatakan)
c. Diction          (diiksi = bahasa)
d.                                                                                Thought       (ide, gagasan, tema)
e.Song              (nyayian)
f.   Spectacle     (perlengkapan)
Dan dalam rumusan itu dibedakan pula pengertian “action” dan acting”.

D.           Drama sebagai sastra lisan.
1. Sebagai Sastra Lisan
- Sebagai sastra lisan, drama adalah “teater”.
- Bentuk – bentuk drama sebagai sastra lisan, ialah :
a). pawang
b). Drama Radio (Teater Pendengar)
c). Reade’s Theatre (Teater Pembaca)
2. Sebagai Sastra Tertulis
Ialah drama yang diolah dari suatu naskah yang bermutu sastra dan yang dituangkan adalah sastranya. Jadi bersifat (sering disebut) : “Script Oriented” (Berorientasi pada naskah).
Peranan :
a.                  Terhadap Publik:
Memperbanyak pembaca drama daripada penonton drama.
b.                 Terthadap Teater:
Mengubah pendekatan dari “pandangan pelaku” “pandangan naskah”. Meskipun Teater Modern banyak ingin kembali ke Teater Murni
Pendekatan-pendekatan kepada drama sebagai sastra tertulis, bagi:
1.                 Orang awang
Untuk menikmati sastra, dan untuk hiburan, diperlukan:
a.                  Imanijinasi
b.                 Kepekaan
c.                  Pengetahuan tentang hidup dan manusia (human interst).
2.                 Orang-orang sastra(sastrawan. Mahasiswa sastra) dan lain-lain mencari
a.                  Pegalaman sastra,
b.                 Nilai-nilai sastra,
c.                  Kebenaran sastra
Metode pendekatan: a). analisis, b). sintetis, c). elektid
3.                 Kritikus drama
Lebih bersifat komunikasi sosial, yakni bila si kritikus menganggap sirinya sebagai jembatan antara karya sastra dengan public.
Metode pendekatan: a). historis, b). komparatif.
4.                 Orang-orang teater
Pendekatan kreatif untuk mencari kemungkinan-kemungkinan teater.

3. Drama Sebagai Hasil Sastra
a. Berhubungan erat dengan seni sastra, bahkan adalah seni sastra juga.
Sejak seni drama bukan lagi pertunjukan lakon yang bersifat improvisasi, tetapi berdasarkan naskah yang sudah disiapkan lebih dahulu, maka seni drama mempunyai hubungan yang erat dengan seni sastra. Pada permulaan pertumbuhan seni drama erat dengan seni drama yang modern di Indonesia, para pemainlah yang mengarang dialognya. Kepada mereka (para pemain) hanya diberikan garis besar jalan ceritqanya (plot), sedangdialognya dibicarakan sebelum naik pentas.
Seni drama modern sekarang, terutama sekali yang mengenai lakon (ceritanya), sudah merupakan kesenian yang berhubungan erat dengan seni sastra, bahkan adalah seni sastra juga. Pengarang scenario bermunculan ikut berperan
Sebagai hasil seni sastra, maka drama pun mempunyai sifat-sifat yang bersamaan dengan bentuk-bentuk sastra yang lain:puisi dan prosa.
Drama memiliki unsur-unsur:
1.                 unsur budi (intelecrual element)
2.                 unsur perasaan (emosional element)
3.                 unsur imajinasi (element of imagination)
4.                 unsur gaya (technical element) atau (element of composition).
Sebagai hasil seni, drama bukan saja merupaka hasil dari emosi (perasaan) sematqa-semata, melainkan juga merupakan “wadah: dari idea tau pikiran-pikiran pengarangya. Ceritanya haruslah logis/dapat diterima oleh akal dan hendaklah objektif. Bila pengarang lebih menitik beratnya kepada obyektivitas, akan mengahasilkan drama yang bersifat “realism”. Selanjutnya sebagainya sebagai kelanjutan dari realism ialah “naturalism”, bila pengarang menampilkan kehidupan yang sesungguhnya. Sebaiknya bila pengarang hanya mengutamakan perasaan sendiri akan melahirkan drama/seni yang bealiran “romantik”
b.  Proses penciptaan drama
-     Hidup                             Penulis                           Naskah  Drama   
-     Realita                           Skenario     
-     pengalaman                                                              Pembaca                        
c.    Drama dan hasil karya sastra yang lain: persamaan:
Dalam tujuan/isi, penulis ingin:
-     Menceritakan sesuatu pengalam (naratif),
-     Menyampaikan sesuatu, misalnya : ide, pendapat, saran, keyakinan, kenyataan sebagainya.
-         Sumber   : diambil dari hidup dan kehidupan
-         Proses penciptaan    : pembuat scenario/pengarang naskah.
-         Prinsip-prinsip     : selectivy, control, order, balance, unity, harmon, focus.
Perbedaan :
Berdasarkan perbedaan teknik, yang disebabkan oleh perbedaan keperluan yang ditentukan oleh keadaan yang berbeda sekali.
Drama :
- untuk dipentaskan
- dipakai bentuk dialog (wawankata), dan petunjuk pementasan.
- pelaku-pelakunya adalah “tokoh dramatis”.
- berdasarkan pada tiruan gerqak dan bicara.
- alur cerita adalah “jalur maju”.
Karya sastra yang lain:
-       Untuk dibaca
-       Berbentuk uraian/bercorak menerangkan
-       Pelaku-pelakunya adalah “tokoh analitis”.
-       Alur ceritanya adalah “alur mundur” atau “alur gabungan”.
4.                                                                                                               Struktur Drama/Plot Drama
(Menurut “dramatic-line” W.H. HUSDSON):
a. Eksposisi (perkenalan)
b.                                                               Komlikasi   (insiden permulaan)
c. Konflik     (rising action = penanjakan laku)
d.                                                               Klimaks       (krisis-titik balik)
e.Penyelesaian        (falling action)
f.   Resolusi   (katastrofa = keputusan).
Catatan :
a. Untuk tragedi       : katastofa
b.                                                               Untuk komedi : denoument.
Gambar :
Penulis            Proses kreatif     Naskah         Dramatisasi kesediahan, duka, tragis                                                   
               
Penonton
 

Atau :
Penulis            Proses kreatif    Naskah            Dramatisasi :
                                                                                                                          
                                                           Kegembiraan, suka, humor, lawak
Penonton
 

              

Penjelasan  :
A.                     Eksposisi (Perkenalan)
Maksudnya untuk mengantarkan penonton memperoleh keterangan yang diperlukan serta pengertian yang sebenarnya tentang drama itu. Biasanya berupa penjelasan melalui wawan kata (dialog) pelaku-pelakunya. Perkenalan itu harus menarik, dan jelas serta langsung menuntun penonton kepermulaan plot, yaitu insiden permulaan (komplikasi). Jadi suatu eksposisi sangat diperlukan pada permulaan sebuah drama, karena dapat dianggap sebagai suatu pengantar.

B.                      Insiden permulaan (Komplikasi).
C.                      Insiden permulaan adalah permulaan plot yang sebenernya. Ainsiden permulaan ini merupakanj permulaan konflik yang menjadi dasarnya suatu drama. Ia merupan tenaga “Perangsang” (Exciting force). Jadi insiden permulaan inilah yang mengubah jalan ceritanya.
D.                    Penanjakkan laku/Rising action.
E.Penanjakkan laku berarti bagian dari lakon (Cerita) di mana cerita itu lebih meningkat dan bertambah ruwet, tetapi jalan keluarnya masih tetap samar-samar tak menentu.
F. Klimaks/Krisis (Titik balik = Turning point)
G.                    Bagian yang mengambarkan bahwa kekuatan-kekuatan yang bertentangan saling ingin menguasai atau memang tidak berlarut terus tanpa ketentuan. Cepat atau lambat akan tiba pada suatu fase condong kesalah satu pihak akhir yang mentukan sudah dapat ditentukan. Inilah yang dikatakan suatu “titik balik “ (Turning Point). Klimaks (Krisis) ini merupakan titik yang menentukan arah jalannya lakon berikutnya.
H.                    Penyelelesaian (Penurunan laku = Falling action).
I.    Penyelesaian atau penurunan laku (falling action) atau “Denoument” ini merupakan bagian lakon memperlihatkan menurunnya gerak kejadian menjelang akhir, yang sudah dibayangkan jalan keluarnya (Happy-End Unhhappy).
J.   Keputusan (Katastrofa = Resolusi)
K.                      Pada katastrofa ini sudah dapat di anggap bahwa drama itu benar-benar berakhir dengan pengertian bahwa konflik drama berakhir. Kenyataan ini (suatu akhir) hanya ada pada hasil seni  yang merupakan hasil imajinasi. Dan sebagai imajinasi seni mengambil kebiasaan adanya suatu akhir. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar